Gisel Belajar Dari Kisah Rut yang Mengasihi Dengan Tulus
- 2021-08-12
- Author : Anastasia Aprita Lusi Ekanaru
- Views : 727

Kekesalan terhadap adik dan orang tuanya perlahan diubahkan oleh Tuhan
Gisel (8 tahun) adalah anak pertama dari dua orang bersaudara. Ia adalah siswa kelas 3 SD Swasta OBI Fodo dan adiknya, Charlos kelas 2 SD. Ayah Gisel bekerja sebagai wiraswasta dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.
Charlos adiknya sering membuat Gisel kesal. Kekesalan ini muncul ketika adiknya menggangu Gisel saat belajar. Gisel tidak menyukai keadaan yang bising disekitarnya seperti suara game, musik, film dan Gisel juga tidak menyukai alat tulisnya diganggu saat ia belajar. Gisel menginginkan ketenangan saat belajar dengan tujuan agar ia dapat berkonsetrasi mengerjakan tugasnya di rumah. Gisel menyadari bahwa ia harus bertanggung jawab menyelesaikan tugasnya. Akan tetapi, hal yang didapatinya saat sedang belajar sering membuat semangatnya untuk belajar berkurang dan meluapkan kekesalannya dengan memarahi adiknya. Selain itu, Gisel juga kerap kali merasakan iri hati terhadap kasih sayang yang diberikan orang tuanya kepada adiknya. Menurut Gisel, saat ia dan adiknya bertengkar, terjadi kesalahpahaman dari cara orang tuanya menyelesaikan masalah diantara keduanya. Orang tuanya sering membela adiknya sedangkan Gisel selalu dimarahi dan diminta untuk mengalah. Gisel juga anak yang menyadari tanggungjawabnya sebagai kakak. Ia sering menegur tingkah laku adiknya, mengingatkannya untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas. Namun, Gisel sedih mendapatirespon dari adiknya yang sering mengabaikannya saat ditegur dan diingatkan olehnya.
Saat di sekolah, Gisel berkesempatan menonton modul superbook yang bertemakan cerita tentang Rut dan Boas. Khususnya, kisah yang disoroti Gisel adalah sikap Rut terhadap mertuanya yaitu Naomi. Gisel menceritakan bahwa ia tersentuh dengan sikap hati Rut yang tidak egois, mau untuk tetap setia dan mengasihi. Kisah Rut menginspirasi Gisel untuk mengasihi sesamanya terutama orangtua dan adiknya. Gisel menceritakan bahwa ia menyadari bahwa dirinya seharusnya bersikap seperti murid Tuhan Yesus yang senantiasa memaafkan dan bersabar dalam keadaan yang sekalipun tidak disenangi olehnya. Rasa kekesalan dan iri hati telah Gisel kontrol dalam dirinya agar ia tidak dikuasai oleh perasaan-perasaan negatif tersebut. Gisel telah bertumbuh menjadi anak yang dewasa dan bijaksana yang mampu memilah tindakan yang tepat untuk dilakukan dalam situasi dan kondisi yang dihadapinya.